1. Hubungan Antara Masalah Penduduk dengan Perkembangan Kebudayaan
Masalah penduduk di berbagai negara bermacam – macam, perbedaan masalah
itu karena kelebihan dan kekurangan setiap negara berbeda – berbeda.
Contohnya masalah – masalah yang dialami oleh negara berkembang belum
tentu dialami oleh negara maju begitu pun sebaliknya. Seperti Indonesia
yang menjadi salah satu negara berkembang. Sampai sekarang Indonesia
mempunyai beberapa masalah terkait kependudukan yang masih belum
terselesaikan sampai tuntas atau bahankan terlihat seperti ditunda –
tunda untuk diselesaikan oleh pemerintah. Dan masalah – masalah itu akan
berpengaruh terhadap perkembangan budaya di Indonesia. Hubungan antara
masalah kependudukan dengan perkembangan budaya ini cukup erat sehingga
akan menimbulkan dampak yang signifikan di Indonesia.
2. Masalah Pemuda dan Sosialisasi
Kebanyakan para remaja saat ini dalam usaha pergaulannya, mereka
membentuk sebuah kelompok-kelompok atau yang biasa disebut “geng”.
Pembentukan kelompok-kelompok/geng inilah nantinya yang akan menjadi dan
memiliki ciri khas dan kesepakatan yang secara khusus hanya ada di
dalam suatu kelompok tersebut. Minat untuk berkelompok inilah menjadi
bagian dari proses tumbuh kembang yang mereka alami. Terkadang demi
seorang kawan yang menjadi anggota/geng nya, seorang remaja juga bisa
melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan, Solidaritas.
Tetapi terkadang solidaritas menjadi hal yang bersifat semu, buta dan
destruktif (bersifat merusak atau menghancurkan), yang pada akhirnya
merusak arti dari solidaritas itu sendiri. Demi alasan solidaritas
tersebut, sebuah geng kadang memberikan tantangan atau tekanan-tekanan
kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang berlawanan dengan hukum
atau tatanan sosial yang ada. Seperti menggunakan narkoba, mencium
pacar, melakukan hubungan seks, melakukan penodongan, bolos sekolah,
tawuran, merokok, corat-coret tembok, dan masih banyak lagi.
3. Masalah Individu, Keluarga, dan Masyarakat
Waria (wanita-pria)
merupakan salah satu bagian masyarakat yang mengalami proses sosial
disosiatif, kehadirannya ditengah-tengah masyarakat belum sepenuhnya
diterima. Keadaan mereka dianggap sebagai perilaku menyimpang (perilaku
atau tindakan di luar kebiasaan, adat-istiadat, aturan, nilai-nilai,
atau norma-norma sosial yang berlaku). Tidak jarang mereka diperlakukan
seperti orang aneh yang patut ditertawakan dan dicemooh, dikucilkan, dan
dianggap tidak normal. Menurut Nina Karinina dalam makalahnya berjudul
Penyimpangan Identitas dan Peran Jender (2007) bahwa hambatan sosial
yang dialami kaum waria meliputi hampir di seluruh aspek kehidupan
sosial seperti dalam hal kesempatan pendidikan, kesempatan bekerja,
kesempatan dalam kegiatan keagamaan, kesempatan dalam kehidupan keluarga
dan hambatan kesempatan perlindungan hukum. Waria adalah individu yang
mengalami transvestite, yaitu individu yang memiliki jenis kelamin pria namun mempuyai naluri dan sifat wanita. istilah waria berasal dari kata “Wanita-Pria”, disamping itu mendapat sebutan lain seperti Wadam (Wanita-Adam) atau banci.
4. Masalah Hubungan Warga Negara dan Negara
Terdengar obrolan hangat di warung kopi. Ada yang dengan sinis
menyamakan polisi India dengan polisi Indonesia sebagaimana yang
ditonton di layar putih atau layar kaca. Setiap kali ada keributan,
tawuran, perkelahian massal atau kerusuhan, dan bentrokan berdarah,
selalu polisi lambat tiba tepat waktu di tempat kejadian untuk meredam
keributan.
Pandangan demikian biasa ditonton dalam film-film India (Bollywood)).
Namun, ada bedanya. Tak ada beban penonton jika menonton film India.
Sang hero atau tokoh protagonis selalu menang di akhir kisah meski babak
belur dan nyaris tewas pada awal atau pertengahan cerita. Rupanya, ada
semacam moral budaya India (Hindu) yang mengharamkan kejahatan menang
atas kebaikan.
Berbagai peristiwa kerusuhan di tanah air tak jarang lambat diredam
atau dihentikan. Intel kepolisian mungkin tak memiliki jaringan mata dan
telinga yang secara dini dapat mendeteksi dan menangkap adanya
tanda-tanda awal kerusuhan atau adanya potensi signal kerusuhan sehingga
sedapat mungkin dicegah.
Harapan bahwa warga masyarakat dengan jujur, ikhlas, dan berani
menjadi perpanjangan mata dan telinga polisi sulit terpenuhi. Selain
rasa takut karena bisa turut dilibatkan sebagai saksi, juga tak mau
ambil pusing karena sudah kepusingan tujuh keliling karena masalah rutin
yang dihadapi sehari-hari.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar